Kamis, 15 November 2018

Pergi, Tere Liye



"Sebuah kisah menemukan tujuan, 
kemana hendak pergi, 
melalui kenangan demi kenangan masa lalu, 
pertarungan hidup mati, 
untuk memutuskan 
kemana langkah kaki 
akan dibawa
 pergi".


Novel Pergi ini adalah kelanjutan dari novel Pulang yang terbit pada tahun 2015, didalam novel Pergi ini Tere Liye masih bercerita tentang Bujang dan Keluarga Tong. Setelah Tauke Besar meninggal, Bujang yang ternyata punya nama asli Agam alias Si Babi Hutan, meneruskan kepemimpinan ayah angkatnya tersebut dalam Keluarga Tong. Kali ini Bujang harus berhadapan dengan Master Dragon, pimpinan tertinggi dari 8 keluarga penguasa shadow economy

Hal pertama yang terlintas di kepala saya ketika membaca Novel Pergi ini adalah, Tere Liye merupakan penulis yang tahu bagaimana cara menangkap perhatian pembaca dengan cepat. Itu bisa  dilihat langsung dari bab pertama novel ini. Diceritakan dengan pertemuan dengan seorang pemuda yang usianya tidak terpaut jauh dengannya. Masih belum diketahui dengan siapa ia bekerja, atau mungkin saja Ia bekerja untuk dirinya sendiri. Mengejutkan sekali bahwa pemuda tersebut tahu nama asli Tauke Besar, yakni Agam. Dapat dipastikan tidak banyak yang tahu nama asli Tauke Besar, ia kerab disapa dengan panggilan Bujang atau bahkan ia juga memperkenalkan diri sebagai Si Babi Hutan. Pemuda tersebut juga menyebut Bujang dengan "Hermanito" di akhir perjumpaan mereka. Kata Salonga guru menembak Bujang, "Hermanito" yang artinya “ my little brother” ,
apa maksud dia dengan menyebut Bujang sebagai adiknya?
Siapakah pemuda tersebut?
Dari mana ia berasal? 
Pertanyaan besar yang harus Bujang bongkar...
Paragraf novel yang tebalnya tak kurang dari 300 halaman ini dibuka dengan cerita yang cukup menegangkan dan penuh misteri itu sudah cukup untuk membuat pembaca seakan tak akan berhenti membaca kelanjutan kisah dalam perjalanan panjang yang akan Bujang tempuh. Mulai dari siapakah sosok pemuda yang menyebut Bujang dengan sebutan "Hermanito"? Dengan siapa dia bekerja? Dari mana dia berasal? Itulah "jurus" yang digunakan Tere Liye dimana misteri sengaja dimunculkan dari awal untuk membuat pembaca segera tertangkap dalam ketegangan dan rasa penasaran. 
Selain bisa "menjebak" pembaca (khususnya saya) dari awal, saya melihat Tere Liye merupakan penulis yang juga telaten. Pemilihan kata-katanya bisa dibilang tidak biasa, seperti biasa sama dengan novel-novel Tere Liye sebelumnya, dalam novel Pergi ini juga terdapat kata-kata menarik yang ditampilkan.  
"Mamak dulu memang diam-diam mengajariku ilmu agama, aku bisa membaca kitab suci, bahkan tulisan Arab gundul. Aku bisa shalat, aku hafal sedikit banyak nasihat agama, dan sebagainya, tapi setelah berpuluh tahun hidup di keluarga Tong, situasinya tidak mudah. Aku dibesarkan di keluarga penguasa shadow economy. Aku bisa menjaga perutku dari alkohol,babi, dan semua makanan haram lainnya. (Halaman 82-83)"
"Apakah memang langit ada batasnya? Ternyata tidak juga. Karena segala sesuatu pasti akan ada akhirnya. Apakah aku benar-benar bahagia dengan pilihan hidupku? Apakah aku benar-benar bangga dengan seluruh yang pernah aku lakukan? Akan berakhir di halte mana perjalanan hidupku? (Halaman 388)"


"Jangan pernah berputus harapan. Kamu akan selalu menemukan harapan baru. Jalan baru yang lebih baik. Saat itu tiba, kamu akan tahu harus pergi ke mana. (Halaman 389)"

Itulah diantaranya.

Banyak pengetahuan baru yang dapat diambil. Dengan bahasa yang sangat mudah dipahami oleh orang awam maka pesan yang terkandung juga tersampaikan dengan baik. Penggunaan beberapa bahasa asing (yang disertai terjemahan pastinya) menambah kosakata para pembaca. Jika di novel Pulang alur ceritanya maju mundur, kini di novel Pergi menggunakan alur maju, sehingga pembaca bisa mengetahui kelanjutan ceritanya secara langsung.

Tokoh atau karakter yang ada dalam novel Pergi ini sangat variatif, mulai dari sosok pemuda yang misterius yang jago bela diri dan bermain gitar, si kembar Yuki dan Kiko ninja hebat dari Jepang murid dari Guru Bushi yang selalu setia membantu Bujang dalam setiap misinya, White pensiunan marinir selain jago menggunakan senjata berat dalam setiap misinya bersama Bujang ternyata juga jago masak itu terbukti dengan restoran yang dikelolanya selalu rame dengan pengunjung, Salonga mantan pembunuh bayaran termahal didunia yang pernah ada yang sekaligus guru menembak Bujang, sampai para kepala tukang pukul dengan karakternya masing-masing.

Yang menyenangkan dari membaca novel Pergi ini bukan hanya karena karakter-karakternya variatif, melainkan juga karena semuanya memiliki suara sendiri-sendiri, alias dituliskan menggunakan sudut pandang orang pertama. Kita bisa memandang dari kacamata masing-masing karakter dan dengan suaranya masing-masing. Tentu saja, menghadirkan banyak tokoh dengan menggunakan sudut pandang pertama tidaklah cukup. Tidak sedikit novel yang gagal karena penulisnya memiliki ambisi berlebih untuk memunculkan begitu banyak tokoh, namun tidak dapat membedakan suara satu tokoh dengan tokoh yang lain. Untungnya, Pergi bukan novel yang gagal (ya, tentu saja, Tere Liye adalah salah satu Penulis hebat yang ada di Indonesia saat ini), menurut pendapat saya pribadi. Membaca novel ini saya merasakan seolah sedang menonton sebuah sebuah film hebat yang bergenre action, setiap habis membaca satu bab sudah tidak sabar lagi untuk membaca bab berikutnya. Mungkin novel ini satu-satunya novel yang saya baca selesai dengan waktu paling singkat, biasanya saya membaca sebuah novel butuh waktu satu mingguan bahkan lebih tergantung mood baca dan isi cerita novel tersebut. Tapi novel Pergi ini, saya hanya butuh waktu dua hari saja untuk menyelesaikan membacanya. Itu sebuah rekor baru bagi saya...Heeeeeee.

Selain narasi dan permainan sudut pandang yang bikin kagum, saya kira Tere Liye sukses dalam hal karakterisasi tokoh. Seluruh tokohnya hadir dengan watak dan suaranya sendiri-sendiri, yang membuat kita mampu membedakan satu tokoh dengan tokoh lainnya. Namun, dari semua hal, yang paling saya sukai adalah bagaimana Tere Liye bercerita di dalam cerita. Itu bisa dilihat ketika Bujang dalam pencarian sosok pemuda misterius tadi, dalam pencariannya Bujang dengan dibantu para tukang pukul Keluarga Tong akhirnya menemukan surat-surat lama yang belum sempat dibaca oleh yang seharusnya menerima. Setelah melalui proses restrukturisasi akhirnya surat-surat tadi bisa dibaca kembali. Betapa "melongo"nya saya setelah membaca surat-surat tadi yang ternyata menguak sejarah panjang, yang indah sekaligus menyakitkan tentang perjalanan cinta Samad (Bapaknya Bujang) dengan seorang wanita bernama Catrina. Melalui surat-surat itu juga terpecahkan siapa sosok pemuda misterius yang ternyata dia adalah anak dari perkwinan Samad dengan Catrina yang bernama Diego, Diego Samad lengkapnya.

Mengikuti konflik dan perseteruan yang terjadi didalam novel ini membuat saya bertanya-tanya kemana akhir cerita ini akan berakhir. Sepanjang perjalanan cerita dalam novel ini selalu muncul pertanyaan dalam diri Bujang, kemanakah dia akan pergi? kemanakah Keluarga Tong akan dibawa pergi? itulah pertanyaan terbesar yang belum terjawab hingga novel ini selesai saya baca. Saya yakin Tere Liye sengaja membuat endingnya demikian, mungkin akan masih ada lanjutan dari novel Pergi ini. Kita tunggu saja...

"Grazias Tauke Besar"

0 komentar:

Posting Komentar